Saksikan, Aku Mahasiswa PKU!

Menjadi mahasiswa Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI DKI Jakarta adalah sebuah kesyukuran bagi saya. Karena di antara sekian banyak yang lulus tahun ini, saya termasuk mewakili Indonesia bagian Timur, walaupun pada waktu tes tidak ada spesifikasi antara barat, tengah dan timur. Dari 107 orang yang mendaftar dan mengikuti seleksi, hanya 50 orang saja yang dinyatakan lulus dan berhak kuliah gratis selama 2 tahun (4 semester).

Di antara 50 orang ini, ada 40 orang lulus murni dan 10 orang lulus cadangan. Adanya istilah “lulus cadangan” tidak terlalu prinsipil, karena mereka mendapatkan fasilitas yang sama dengan yang lain; berhak mengikuti perkuliahan selama 4 semester, duduk di ruangan yang ber-AC dan belajar dari dosen-dosen yang sama. Perbedaannya adalah ketika ada bantuan dana dari Badan Amil Zakat (BAZIZ) yang hanya diperuntukkan untuk 40 orang saja (yang lulus murni), dan yang lulus cadangan bisa menggantikan mahasiswa yang lulus murni bila ada yang mengundurkan diri secara otomatis. Keterangan ini saya dapatkan dari Ust Abd. Rahman Umar, ketua panitia penerimaan mahasiswa PKU angkatan X, ketika acara orientasi di Islamic Center Jln Kramat Jaya Raya, Jakarta Utara pada tanggal 23 Februari 2009 yang lalu.

Kuliah di PKU mirip dengan pendidikan di Darul Ifta’ Mesir. Dimana seorang mahasiswa akan belajar ilmu-ilmu syariah, dasar-dasar fatwa, Ulumul Tafsir, Ulumul Hadis, Pemikiran Islam, Ilmu Kalam, Sejarah Islam, Studi Pembangunan dan ilmu-ilmu dasar lainnya. PKU termasuk pendidikan nonformal, jadi tidak dapat ijazah atau gelar akademik, hanya mendapatkan sertifikat pendidikan. Kalau ingin melanjutkan S2, alumni PKU bisa kuliah setahun dan mentransfer nilainya di beberapa perguruan tinggi swasta di antaranya Ath Thohiriyah, Asy Syafiiyah, Ibnu Khaldun dan Akidah. Kehadiran mahasiswa 75 % dan yang tidak memenuhinya bisa terancam tidak ikut ujian dan drop out. Makalah dan presentasi hukumnya wajib, jadi akan lebih banyak diskusi dan dialog, dosen-dosen hanya mengarahkan dan membimbing dalam setiap diskusi tersebut.

Pendidikan ini sangat diharapkan bisa menjadi wadah dalam mencetak para ulama dan kader dakwah. Karena kuantitas ulama Indonesia semakin hari semakin berkurang. Ulama-ulama yang menjadi panutan umat sudah banyak yang meninggal dan sangat sedikit yang mewarisi ilmunya. Maka, mahasiswa-mahasiswi disini memiliki kewajiban moral untuk melanjutkan cita-cita mereka. Bagi kami, ulama pewaris nabi adalah mereka yang menguasai ilmu-ilmu syar’i, memiliki wawasan luas, dan berani menegakkan kebenaran walaupun di hadapan penguasa yang dzalim. Dan kenyataannya ulama seperti ini semakin langka di Indonesia.

Saya sangat prihatin melihat kondisi bangsa ini, dimana ulama sering dicacimaki, dijauhi, dan dipinggirkan. Ketika ulama meneriakkan kebenaran di tengah krisis umat, fatwa mereka diremehkan, media massa dengan pongahnya mengeksploitasi pendapat orang-orang yang tidak mengerti tentang prosedural mengeluarkan fatwa, TV swasta sering memunculkan tokoh-tokoh liberal yang pernyataannya seringkali menimbulkan kontraversi, sementara porsi yang diberikan kepada ulama, cendekiawan dan tokoh yang hanif sangat terbatas seperti yang terjadi dalam acara “Empat Lawan Satu” di salah satu stasiun TV di Indonesia. Ironisnya, “ulama-ulama gadungan” dari kalangan artis, selebritis, tukang becak, penjual obat, dll., mulai bermunculan. Mereka mendadak jadi ustad dan dai, padahal mereka tidak didukung wawasan luas tentang ulumul syar’iyah (Tafsir, Hadis, Fikih, Akidah, Sejarah Islam, dll), sehingga yang terjadi sering menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal semata-mata pertimbangan maslahat. Mau dibawa kemana umat ini kalau yang mengisi pengajian dan majelis taklim adalah orang-orang yang hanya pintar bikin ketawa (yang penting ceramahnya lucu, ustadznya enak karena artis, dll), sementara materi yang diberikan sangat minim dan miskin?

http://www.warnaislam.com/rubrik/opini/2009/3/19/600/Saksikan_Aku_Mahasiswa_PKU.htm

1 komentar:

  Septian Fahrudin

13 November 2016 pukul 01.11

Assalaamu 'Alaykum Warahmatullaahi Wabarakaatuh Mas.
Saya ingin bertanya, mengikuti Pendidikan Dasar Ulama maupun Pendidikan Kader Ulama bisa sambil kerja tidak Mas? Soalnya saya juga sedang melamar2 kerja, sy belum mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi PDU karena sy khawatir nanti kuliah PDU bentrok dengan jam kerja.
Mohon pencerahannya ya Mas.
Syukran Jazakallah Khairan Katsiiran yaa Mas.