Belajar dari Pengalaman!

Saya baru dapat panggilan interview setelah dua minggu di Jakarta. Panggilan kali ini datang dari sebuah perusahaan besar yang bergerak dalam bidang percetakan dan penerbitan. Kebetulan sekali, teriak batinku. Saya senang dengan dunia buku, mulai dari pengumpulan naskah, proses produksi, manajemen pemasaran, resensi buku, pembuatan perpustakaan mini sampai koleksi buku-buku klasik maupun kontemporer.

Kualifikasi yang dibutuhkan di perusahaan ini tidak terlalu sulit. Sebagai perusahaan yang akan mengembangkan sayapnya dalam bidang Pendidikan Anak Islam dan Pemikiran Islam, ia membutuhkan orang-orang yang cinta buku, suka menulis, bisa bahasa arab dan diutamakan S2. Sangat simple persyaratannya. Namun bukan berarti segalanya berakhir disini. Maksud saya, walaupun semua kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan sudah terpenuhi, namun belum tentu diterima bekerja di perusahaan ini secara otomatis. Ternyata interview sangat menentukan. Dalam hal ini, perusahaan ingin mengetahui kemampuan interpersonal, kemampuan manajemen konflik, kesungguhan dan kegigihan pelamar. Nah, di interview inilah banyak yang berguguran. Karena dalam kacamata perusahaan, data ataupun CV bisa dimodifikasi, dibuat semenarik mungkin, tapi kekuatan interpersonal oranglah yang menentukan mana pelamar yang kompoten dan tidak.

Dalam interview kali ini ada 3 tangga yang harus dilalui. Pertama, interview dengan manager divisi Pemikiran Islam untuk memeriksa administrasi dan kemampuan mendasar bagi calon pelamar. Kedua, interview dengan kepala bagian industri untuk mengetahui sejauh mana pelamar mendalami bidang yang akan ditekuninya; mampu nggak menangkap peluang pasar, jenis buku yang diterbitkan, kemampuan interpersonal, skill dan kemampuan dalam bidang penerbitan, dan masih banyak lagi. Ketiga, interview dengan Direktur perusahaan mengenai perusahaan, kegigihan dan ketekunan dalam bekerja, manajemen waktu, manajemen produksi, dll.

Saya hanya diberi kesempatan interview 2 kali. Karena, ketika melangkah ke interview ketiga, ada pemberitahuan dari perusahaan bahwa saya tidak lulus (kasihan deh aku hiks..hiks). Sebenarnya bukan poin ini yang ingin saya sampaikan, kecewa sih iya, cuma kalau harus kecewa berat dengan keputusan perusahaan, juga tidak beralasan. Mereka nggak mau dong bangkrut dengan mempekerjakan orang yang belum pengalaman seperti saya.

Walaupun saya gagal dalam interview kali ini, mimpi menjadi asisten manager belum terwujud, namun saya telah belajar banyak selama interview. Pengalaman ini yang membuat saya semakin terpacu untuk terus belajar supaya mampu bersaing di tengah dunia konpetitif. Saya sadar sebagai alumni perguruan tinggi swasta harus belajar banyak untuk memasuki dunia kerja. Karena kenyataannya, spesialisasi yang saya dalami selama ini sering bertolak belakang dengan kebutuhan pasar (dunia kerja). Bukan sesuatu yang naïf kalau saya kemudian mulai mendalami dasar-dasar akuntansi, manajemen pasar dan modal, tehnik wawancara dan terus mengembangkan skill dan IT. Saya mulai membaca buku “Cara Cerdas Menjawab Job Interview” karangan Martin J. Yate, browsing tehnik wawancara yang memukau di internet, menyantap cerita orang-orang sukses Indonesia dan dunia.

Tidak ada alasan bagi saya untuk menyalahkan jurusan sehingga ‘cukup kesulitan’ dalam mencari kerja di Jakarta. Saya selalu menghibur diri dengan kata-kata “Mungkin belum rezeki kali…hehe”, tapi saya juga tidak boleh terlalu pasrah dengan nasib. Paling tidak, seandainya jurusan yang kudalami selama ini kurang membantu dalam mencari pekerjaan, mungkin harus ekspansi ke dunia lain (apaan tuh?), berpacu dengan kebutuhan dunia kerja.

Yang jelas tidak ada orang sukses yang mulai dari atas dan tidak ada orang sukses dengan berpangku tangan dan sekedar berangan-angan. Mayoritas orang sukses mulai dari bawah, bahkan dari nol sama sekali. Aa Gym, misalnya, yang telah suskes dengan dakwah dan bisnisnya, dulunya pernah jualan buku di masjid Al Furqan, Bandung, menjual mie bakso dan kerajinan tangan.

Dengan begitu, saya tetap semangat. Seandainya ketidaklulusan saya di penerbit ini karena ketidakberuntungan (belum rezeki saya), saya yakin masih banyak lowongan dan peluang yang menanti. Saya harus mempersiapkan diri daripada sekedar menangisi nasib dan menyalahkan takdir. Untuk Indonesiaku, bangkitlah!

http://www.warnaislam.com/rubrik/taman/2009/3/19/840/Belajar_Pengalaman.htm

0 komentar: